Misi Yayasan Konservasi Satwa Liar Indonesia

Mitigasi Konflik Manusia – Gajah

Alihfungsi hutan menjadi areal perkebunan, pertambangan, dan permukiman menyebabkan ruang gerak satwa liar menyempit. Kondisi ini sangat berdampak bagi satwa-satwa besar seperti gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), orangutan sumatera (Pongo abelii), dan tapir (Tapirus indicus). Semakin minimnya ruang gerak satwa liar menyebabkan tingkat perjumpaan dengan manusia menjadi tinggi dan tak jarang berujung konflik. Tanaman dan hewan ternak menjadi sasaran satwa liar karena hilangnya sumber pakan alami. Konflik manusia dan satwa liar menimbulkan kerugian di kedua belah pihak baik materi maupun korban jiwa.

Investigasi Kejahatan Satwa Liar

Perburuan dan perdagangan satwa liar saat ini menjadi ancaman sangat serius karena menurunkan jumlah populasi satwa liar secara drastis. Dengan semakin terbukanya habitat maka ruang jelajah satwa liar semakin sempit. Pemburu biasanya menggunakan senjata api baik rakitan maupun organik, perangkap jerat, dan racun. Permintaan pasar yang tinggi dan nilai ekonomisnya yang sangat tinggi menyebabkan perburuan satwa liar menjadi tinggi.

Pengayaan Habitat

Perlindungan terhadap kelestarian satwa liar dimulai dengan melindungi habitat yang masih tersisa baik yang berada di area konservasi maupun yang di dalam area konservasi. Pengalokasian, pengayaan habitat penting dilakukan oleh para pihak yang menjalankan usahanya di khususnya habitat gajah sumatera. Alokasi area konservasi dan kawasan sempadan sungai menjadi kewajiban dasar pemegang ijin konsesi.