Lanskap Bukit Tigapuluh

Lansekap Bukit Tigapuluh tepat berada di pusat biodiversitas Pulau Sumatera dengan ekosistem yang sangat langka dan mempunyai keunikan istimewa dibandingkan dengan taman nasional lainnya di sumatera. Taman Nasional di sumatera umumnya berada di dataran tinggi dan wilayah dekat pantai. Sedangkan Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki keunikan karena merupakan kawasan hutan hujan tropis yang berada di areal perbukitan dataran rendah.

Terdapat dua spesies karismatik endemik di lanskap Bukit Tigapuluh yakni harimau sumatera dan gajah sumatera. Selain itu juga terdapat orangutan sumatera spesies karismatik hasil reintroduksi. Juga beberapa jenis satwa dilindungi lainnya, di antaranya berang-berang/memerang, macankumbang, dan tapir.

Komposisi spesies satwa liar di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh menyerupai komposisi di dalam kawasan konservasinya. Akan tetapi, dapat dipastikan bahwa di luar taman nasional hidup beberapa satwa kunci, terutama gajah sumatera. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kondisi topografis yang relatif datar di luar taman nasional dan berlimpahnya makanan di alam baik bagi gajah maupun harimau.

Survey populasi dengan metode fecal DNA oleh peneliti gajah sumatera Alexander Mossbruecker bekerjasama dengan Lembaga Biomolekuler Eijkman pada 2011 menyatakan terdapat 143 individu gajah hidup di lansekap seluas 300.000 hektar ini. Dengan jumlah yang masih tergolong besar dan habitatnya 80% telah berubah menjadi areal perkebunan maka gajah lanskap Bukit Tigapuluh sangat penting untuk dilindungi.

YKSLI berupaya mendukung pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan daerah guna memperbaiki tata ruang dan membangun area konservasi gajah/koridor dengan partisipasi multipihak dengan tetap memberdayakan masyarakat di Lanskap Bukit Tigapuluh. Serangkaian Diskusi Fokus Kelompok (FGD), kajian ekologi, kajian ekonomi sosial, dan kajian hukum dilakukan untuk menghasilkan kebijakan yang komprehensif.

Guna mewujudkan program ini, YKSLI sudah dan akan terus bekerjasama dengan beberapa instansi yakni Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Propinsi Jambi, Pemerintah Provinsi Jambi, Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Forum Harimau Kita (FHK), Asia Pulp & Paper, Barito Pacific. Tbk, Universitas Jambi (UNJA), dan sejumlah NGO di bidang konservasi.

YKSLI juga akan terus memperkuat pemerintah daerah dalam melakukan implementasi kebijakan yang telah dihasilkan yakni pembangunan lingkup hidup gajah. Pemetaan partisipatif menjadi keharusan guna mengoptimalkan potensi-potensi lingkungan alam Bukit Tigapuluh dan menghindari konflik horisontal.
Pembangunan ruang hidup satwa juga dibarengi dengan upaya penegakan hukum. Tim patroli gabungan, investigator, dan informan akan terus bekerjasama melakukan pemantauan dan penindakan aktivitas-aktivitas ilegal sepanjang tahun.

Lanskap Padang Sugihan

Lansekap Padang Sugihan di Provinsi Sumatera Selatan merupakan lahan gambut dangkal dan sedang dengan luas sekitar 300.000 ha. Hampir seluruh wilayah lanskap ini dikelola oleh pemegang konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI). Kebakaran di area gambut di Pulau Sumatera dan Kalimantan pada 2015 menyebabkan bencana asap yang berdampak hingga ke negara-negara tetangga. Peristiwa ini membuktikan pentingnya pengelolaan wilayah gambut yang berkelanjutan. Setiap upaya untuk menjaga, melestarikan, dan memulihkan keanekaragaman hayati yang masih tersisa di area gambut mendesak dilakukan.

Lansekap Padang Sugihan merupakan tempat hidup gajah sumatera hasil translokasi besar-besaran lebih dari 30 tahun yang lalu. Tepatnya pada akhir 1982 dalam Operasi Ganesha, 320 ekor gajah sumatera digiring selama 44 hari dari Air Sugihan ke Padang Sugihan yang berjarak 70 kilometer. Pemindahan gajah tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi konflik di areal jelajah gajah yang sebagian telah dijadikan sebagai area transmigrasi.

Pemerintah juga menetapkan area Suaka Margasatwa dan Pusat Latihan Gajah Sebokor di Padang Sugihan, Kabupaten Banyu Asin, Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan jumlah gajah yang berbeda-beda satu sama lain, yakni dalam kisaran 60-90 individu. Dari hasil penelitian dan survey juga belum luasan areal jelajah gajah yang konsisten.

Dalam upaya konservasi gajah sumatera di Padang Sugihan, YKSLI menekankan riset-riset ilmiah guna menghasilkan data acuan tentang jumlah dan kondisi habitat gajah ekosistem lahan gambut. Komposisi umur, perbandingan jumlah gajah jantan dan gajah betina, serta hubungan kekerabatan antar kelompok akan terbaca melalui survey populasi dengan metode fecal DNA.

Penerapan teknologi GPS Collar akan dilakukan sebagai bentuk monitoring terhadap pergerakan gajah yang mencerminkan perilaku kelompok dari waktu ke waktu. Pengamatan langsung yang dibantu dengan teknologi pengamatan udara juga akan memberikan gambaran holistik kondisi habitat dan perilaku gajah di alam.

Data-data primer tersebut akan menjadi dasar perumusan strategi perlindungan gajah sumatera baik dalam kegiatan mitigasi konflik manusia dan gajah (KMG) maupun pengayaan habitat di tingkat lansekap.


Hubungi YKSLI

Jl. TP Sriwijaya No. 48 RT 015, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kota Baru, Kodya Jambi 3191

Contact Person
L Andreas Sarwono
Mobile: +622181328570870
Email: [email protected]